SEJARAH
·
1930: Mimpi Jadi Kenyataan
SEPAK bola terus mendapatkan popularitasnya di dunia pada dekade
1920-an. Ini membuat otoritas sepak bola dunia, FIFA, mulai bermimpi bagaimana
menggelar turnamen internasional sepak bola yang punya pengaruh besar.
FIFA yang diketuai Jules Rimet, sempat memasukkan sepak bola di
Olimpiade 1924 dan dimenangkan oleh Uruguay. Namun, gemanya masih belum besar.
Selain itu muncul konflik siapa yang akan mengatur turnamen itu, FIFA atau
Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Kompetisi sepak bola internasional pada 1924 itu sebenarnya
sukses. Maka, FIFA mencoba membuat turnamen sendiri pada 1928 dengan tuan rumah
Hungaria. Namun, tak banyak peminat dan hanya empat tim yang tampil sehingga
bisa dikatakan gagal.
Jules Rimet kemudian mengutus Sekretaris Jenderal Federasi Sepak
Bola Perancis (FFF), Henri Delauney. Dia pun mulai merancang turnamen besar.
Dan, pada 1930 impian itu akhirnya terwujud. Piala Dunia pertama kali itu
digelar di Uruguay.
Kenapa Uruguay? Alasannya, karena negara itu juara bertahan cabang
sepak bola Olimpiade. Selain itu, pada tahun tersebut bertepatan dengan 100
tahun kemerdekaan Uruguay dan negeri itu akan merayakan besar-besaran.
Untuk menggelarnya, Uruguay melakukan persiapan cukup serius.
Mereka membangun stadion raksasa di ibukota Montevideo. Stadion Centenario itu
kapasitas 95.000 penonton.
Pekerjaan besar ini sempat tertunda karena hujan lebat. Sampai 5
hari sebelum pembukaan pada 13 Juli 1930, pembangunan stadion masih belum
rampung benar. Namun, stadion itu akhirnya tetap bisa digunakan untuk gelaran
sepak bola terbesar dunia itu.
Sayangnya, banyak negara yang menolak tampil di Piala Dunia
pertama tersebut. Alasannya, mereka tak mau membuang waktu di kapal menuju
Uruguay. Maklum, saat itu transportasi kapal laut lebih dominan dan pesawat
terbang belum banyak.
Tim-tim kuat seperti Italia, Belanda, Inggris, dan Spanyol memilih
absen, Akibatnya, hanya ada empat tim dari Eropa yang datang, yakni Perancis,
Yugoslavia, Rumania, dan Belgia. Bahkan, kehadiran Rumania pun harus dijemput
langsung oleh Raja Carol agar berpartisipasi.
Namun, tim-tim kuat Benua Amerika banyak yang datang, seperti
Meksiko, Argentina, Amerika Serikat, Cile, Bolivia, Brasil, dan Paragua.
Termasuk tuan rumah Uruguay, Piala Dunia 1930 diiukti 13 tim. Partai Perancis
lawan Meksiko Meksiko menjadi pembuka dengan kemenangan Perancis 4-1.
Sebagai informasi, tak ada perempat final di turnamen ini. Juara
grup langsung lolos ke semifinal. Meski begitu, Argentina dan Uruguay yang
sangat dominan dan tampil menawan. Di semifinal, Argentina menghajar Amerika
Serikat 6-1. Uruguay menang dengan skor 6-1 lawan Yugoslavia.
Tanggal 30 Juli 1930 menjadi saat paling bersejarah dalam sepak
bola. Final Piala Dunia pertama mempertemukan tuan rumah dengan Argentina di
final. Disaksikan 93.000 penonton, pertandingan berlangsung seru dan
mengesankan.
Di babak pertama, Uruguay sempat unggul lebih dulu, tapi kemudian
Argentina segera mengejar dan unggul 2-1. Sepertinya, Argentina bakal tampil
sebagai juara. Namun, di babak kedua tuan rumah tampil garang dan mencetak 3
gol, hingga menang 4-2. Uruguay pun akhirnya tampil sebagai juara Piala Dunia
pertama.
Meski Piala Dunia 1930 hanya diikuti 13 tim dan tidak memakai
babak kualifikasi, namun ini menjadi tonggak sejarah besar. Awal dari pentas
akbar sepak bola dunia yang sangat memengaruhi manusia.
SEJARAH
·
1934 : Vittoria Pozzo Menjawab "Tantangan" Mussolini
Dalam diri Benito Mussolini, Italia memiliki pemimpin yang ingin
menggunakan segala cara dan alat untuk menyebarluaskan informasi dan pesan dari
negaranya. Jadi, ketika FIFA menyatakan bahwa Piala Dunia 1934 digelar di
Italia, hal itu dipandang sebagai sarana propaganda bagi Il Duce dan, sebagai
konsekuensinya, Italia harus memenangi ajang itu.
Untungnya, Italia memiliki pelatih visioner dalam diri Vittoria
Pozzo. Dikenal sebagai pelatih pertama berpemahaman taktik mumpuni, Il Vecchio
Maestro menjawab "tantangan" Mussolini. Ia membawa Italia mencetak
rekor sebagai tim Eropa pertama yang menjuarai Piala Dunia, seperti Uruguay, di
kandang sendiri.
Kebanggan Uruguay sebagai tuan rumah dan Piala Dunia pertama tak
bisa digantikan. Namun, Italia juga layak berbangga diri menjuarai Piala Dunia
edisi kedua, mengingat Piala Dunia 1934 diikuti lebih banyak peserta dan
digelar di lebih banyak kota.
Piala DUnia 1930 Uruguay diikuti 13 peserta dan semua pertandingan
berlangsung di Montevideo. Piala Dunia pertama dinilai sukses sehingga semakin
banyak negara yang ingin tampil di Piala Dunia 1934 Italia. FIFA pun
memperkenalkan babak kualifikasi untuk menyaring 32 tim menjadi 16 tim.
Uniknya, Uruguay sama sekali tak masuk daftar peserta Piala Dunia
1934. Mereka menolak mengikuti ajang itu sebagai "balas dendam"
karena Italia tak tampil di Piala Dunia 1930. Uruguay pun mencetak sejarah
sebagai satu-satunya juara bertahan yang tak tampil untuk mempertahankan gelar
juaranya.
Piala Dunia 1934 diawali dengan babak penyisihan yang terdiri dari
delapan pertandingan. Setiap pertandingan digelar di kota berbeda. Kota yang
menjadi kota penyelenggara adalah Bologna, TUrin, Florence, Genoa, Naples,
Milan, Roma, dan Trieste.
Italia memulai perjalanan mereka menuju juara dengan mengalahkan
Amerika Serikat 7-1 di Roma, pada 27 Mei 1934. Mereka kemudian bertemu Spanyol
di babak perempat final.
Italia berhasil menyingkirkan Spanyol pada pertandingan ulang
perempat final dengan skor 1-0, di Florence, 1 Juni 1934. Pertandingan ulang
digelar setelah Italia dan Spanyol bermain 1-1 hingga akhir babak tambahan,
pada laga perempat final di Florence, 31 Mei 1934. Inilah kali pertama
peraturan tanding ulang diperkenalkan.
Di babak semifinal, Italia bertemu Austria. Mereka menang 1-0 atas
Austria berkat gol Enrique Guaita pada menit ke-19 dan dengan begitu meraih
tiket masuk final.
Ceko menjadi lawan Italia di babak final. Italia mengunci gelar
juara setelah menang 2-1 melalui babak tambahan. Sementara gol Ceko dicetak
Antonin Puc pada menit ke-71, gol Italia dicetak Raimundo Orsi (81) dan Angelo
Schiavito (95).
Rekor Piala Dunia 1934
Sepatu Emas: Oldrich Nejedly (Ceko, 5 gol).
Total gol tercipta: 70 gol. Italia menjadi tim terbanyak mencetak gol dengan 12 gol.
Format: Sistem gugur dan tanding ulang untuk pertandingan yang berakhir imbang Jumlah pertandingan 17.
Sepatu Emas: Oldrich Nejedly (Ceko, 5 gol).
Total gol tercipta: 70 gol. Italia menjadi tim terbanyak mencetak gol dengan 12 gol.
Format: Sistem gugur dan tanding ulang untuk pertandingan yang berakhir imbang Jumlah pertandingan 17.
Trivia:
Luis Monti yang tampil untuk Argentina pada Piala Dunia 1930
membela Italia pada Piala Dunia 1934.
Pemain Italia Luigi Allemandi diskors seumur hidup karena menerima
suap, tetapi sanksi itu dicabut sehingga Allemandi bisa membela Italia di
putaran final Piala Dunia 1934.
Pertandingan ulang babak perempat final antara Italia dan Spanyol
digelar kurang dari 24 jam setelag laga pertama.
SEJARAH
·
1938: Indonesia Unjuk Gigi
SEPAK bola Indonesia tak perlu berkecil hati. Negeri ini ternyata
pernah tampil di Piala Dunia pada 1938 di Perancis.
Namun, saat itu Indonesia yang masih dalam jajahan Belanda,
memakai nama Hindia Belanda. Di babak kualifikasi, Indonesia bertemu Jepang.
Namun, "Negeri Matahari" mengundurkan diri, sehingga Indonesia
langsung ke putaran final.
Saat itu, sepak bola Indonesia cukup bagus untuk ukuran Asia.
Mereka datang ke Perancis mengandalkan pemain seperti Mo Heng, Hu Kom, Samuels,
Nawir, Meng, Anwar, Hong Dijen, Soedarmadji, Sommers, Pattiwael, Taihuttu.
Pengalaman internasional pertama terjadi pada 5 Juni di Stadion
Velodrome Municipal, Reims. Indonesia langsung bertemu tim kuat Hungaria di
putaran pertama. Kualifas dan pengalaman menjadi pembeda. Indonesia dibantai
Hungaria 0-6. Meski hanya lewat, namun Indonesia membuat sejarah, minimal
pernah tampil di Piala Dunia.
Ini Piala Dunia yang masih diliputi nuansa politik menjelang
Perang Dunia II. Pennguasa Jerman, Adolf Hitler, sebenarnya ingin negerinya
menjadi tuan rumah. Dia akan menggunakan ajang ini sebagai propaganda,
menyaingi Benito Mussolini yang memanfaatkan Piala Dunia 1934 di Italia.
Argentina juga mengajukan diri sebagai tuan rumah. Namun, setelah
rapat panjang, Argentina ditolak karena kekhawatiran terhadap persiapan mereka.
Lagi pula, FIFA trauma akan banyuak tim Eropa absen seperti saat di Uruguay.
FIFA berusa menghindari wilayah politis. Akhirnya, diputuskan
Perancis sebagai tuan rumah, karena dianggap netral. Selain itu, Perancis
pantas mendapat kehormatan, karena jasa Jules Rimet dan Henri Delaunay, tokoh
Perancis yang membidani Piala Dunia.
Sebanyak 37 tim mengikuti kualifikasi, tapi sebagian mengundurkan
diri. Putaran final yang diikuti 18 tim, kembali menggunakan sistem gugur
seperti Piala Dunia 1934. Italia sebagai juara bertahan, masih superior dan
akhirnya kembali juara.
SEJARAH
·
1950: Kebangkitan dari Perang
PERANG Dunia II menghancurkan banyak segi kehidupan, termasuk
sepak bola. Pesta sepak bola sejagad, Piala Dunia, yang dirintis sejak 1930 pun
jadi terhenti. Terakhir digelar pada 1938, setelah itu perang berkecamuk di
mana-mana.
Selepas Perang Dunia II, FIFA ingin membangkitkan kembali Piala
Dunia. Rencana semula dalam Kongres FIFA Luksemburg pada Juli 1946, Piala Dunia
akan digelar digelar lagi pada 1949. Tak ada yang berani menjadi tuan rumah,
karena perang telah menghabiskan banyak biaya dan tenaga.
Brasil kemudian mengajukan diri, karena negerinya tak terlibat
perang. Negeri ini pun menjadi satu-satunya calon tuan rumah dan akhirnya
dikukuhkan pada kongres FIFA tersebut. Namun, waktunya bukan 1949, melainkan
1950.
Semua orang setuju Piala Dunia digelar di Amerika Latin, karena
Eropa hancur lebur oleh perang. Selain itu, dua Piala Dunia sebelumnya selalu
digelar di Eropa.
Piala Dunia 1950 itu amat penting artinya. Selain membangkitkan
kembali Piala Dunia setelah perang, juga akan diperkenalkan trofi baru, yakni
Jules Rimet. Trofi itu juga untuk merayakan 25 tahun kepemimpinan Jules Rimet
di FIFA.
Selain itu, untuk pertama kalinya, Inggris yang dikenal punya
sepak bola bagus, ikut serta. Sebanyak 13 tim tampil di putaran final. Dari Eropa,
tim yang tampil adalah Swis, Yugoslavia, Inggris, Spanyol, Swedia, dan Italia.
Selebihnya tim dari Benua Amerika. Tak ada wakil dari Asia atau Afrika.
Piala Dunia ini juga diawali babak kualifikasi yang diikuti 34
tim, tapi akhirnya tersaring 13 tim. Di putaran final, 13 tim dibagi ke dalam
empat grup. Juara grup akan tampil di Pool Final yang saat itu terdiri dari
uruguay, Brasil, Swedia, dan Spanyol.
Di pool final itu, mereka saling bertemu. Dua tim teratas akan
bertemu di final. Barsil menduduki urutan pertama dan Uruguay kedua, sehingga
mereka tampil di final. Namun, Uruguay akhirnya menang 2-1 dan juara untuk
kedua kalinya.
Piala Dunia 1950 ini menjadi tonggak penting, karena setelah itu
gelaran yang sama bisa diselenggarakan secara rutin secara empat tahunan hingga
kini.
SEJARAH
·
1954: Pembalasan Jerman Barat
SWISS mendapat kehormatan sebagai tempat penyelenggaraan Piala
Dunia kelima, dan ajang ini juga menjadi puncak ulang tahun ke-50 markas FIFA
yang berada di Zurich. Negera ini telah mendapat jaminan turnamen sepak bola
antar-negara tersebut usai kongres perang dunia pertama 1946, dan mereka telah
menghabiskan waktu selama delapan tahun untuk membangun stadion baru sebagai
tempat pertandingan.
Sebenarnya, stadion-stadionnya kecil dengan daya tampung yang
kecil pula. Tetapi Swiss mampu meraup keuntungan finansial yang besar, karena
mereka pandai memanfaatkan bisnis turnamen ini yang pastinya sangat menarik
minat seluruh pemirsa pecinta sepak bola di seluruh dunia. Dan, di Swiss inilah
untuk pertama kalinya pertandingan ditayangkan televisi meskipun masih dalam
lingkup terbatas.
Pada Piala Dunia Swiss ini, presiden FIFA Rodolphe Seeldrayers
kembali membuat perubahan pada format turnamen. Pria asal Belgia tersebut
mengusulkan agar 16 tim yang tampil dibagi dalam empat grup yang
masing-masingnya dihuni dua tim unggulan yang tidak perlu harus saling
bertarung di fase grup ini. Dan, di babak ini juga diperkenalkan sistem
perpanjangan waktu jika skor pertandingan tetap imbang.
Di Piala Dunia ini, yang untuk pertama kalinya terselenggara di
Eropa setelah Perang Dunia II, Hungaria menjadi kekuatan baru yang sangat
diperhitungkan. Pasalnya, tim Eropa Timur ini bermain paling agresif dan
menjadi pencetak gol tersubur, yang belum terjadi di Piala Dunia-Piala Dunia
sebelumnya.
Lihat saja perjalanannya menuju babak final. Mereka tampil sangat
beringas untuk menggasak Jerman Barat 8-3, selanjutnya membantai Korea Selatan
9-0. Tak heran jika Hungaria menjadi favorit juara. Di sini pula lahir beberapa
bintang top seperti Puskas, Kocsis (menjadi top skor), Hidegkuti dan Czibor.
Tim lain yang juga menjadi favorit adalah Uruguay karena mereka
masih tidak terkalahkan selama babak penyisihan grup. Ini merupakan prestasi
terbaik sepanjang sejarah Piala Dunia. Negara Amerika Selatan ini lolos ke
perempat final setelah mengalahkan Cekoslovakia dan Skotlandia.
Di babak delapan besar, terjadi sebuah rekor baru untuk Piala
Dunia ketika Austria bertemu Swiss. Pasalnya tercipta 12 gol, di mana Austria
menjadi pemenang dengan skor 7-5. Sampai sekarang, skor tertinggi di fase
knock-out ini belum terpecahkan.
Sedangkan di partai lain, Uruguay melanjutkan kiprahnya dengan
menggulung Inggris 4-2, begitu juga dengan Hungaria yang menggilas Brasil 4-2,
dalam duel terbrutal yang pernah terjadi di ajang sepak bola paling bergengsi
ini. Pertarungan Hungaria vs Brasil ini disebut juga dengan "The Battle of
Berne", karena tiga pemain dikartumerah dan pertarungan berlanjut sampai
peluit akhir berbunyi. Sementara itu, Jerman Barat sudah pulih lagi usai
disikat Hungaria di babak pertama, dengan mengalahkan Yugoslavia 2-0.
Dari hasil-hasil tersebut, muncullah tim yang lolos ke semifinal
di mana dua tim favorit, Uruguay dan Hungaria, harus bertemu untuk
memperebutkan tiket ke final. Di partai lain, Jerman Barat bertemu tetangganya,
Austria.
Uruguay yang untuk pertama kalinya berpartisipasi pada Piala Dunia
yang diselenggarakan di Eropa, memberikan perlawanan gigih. Dan, pertarungan
kedua tim ini berlanjut hingga babak perpanjangan waktu dan Hungaria keluar
sebagai pemenang dengan skor 4-2. Hasil ini juga mengakhiri rekor Uruguay yang
tak terkalahkan sepanjang turnamen ini.
Sementara itu, Jerman Barat terus menunjukkan grafik penampilan
yang meningkat. Di babak empat besar ini mereka menggelontor gawang Austria
sebanyak enam kali, sedangkan gawangnya hanya kebobolan satu kali. Alhasil,
Jerman Barat pun melangkah ke final dengan modal kemenangan 6-1 untuk
menciptakan final yang sangat bergengsi.
Rupanya, eforia di babak empat besar ini berlanjut hingga ke
final. Tampil dengan semangat berlipat ganda untuk membalas sakit hatinya
akibat dipermalukan pada babak penyisihan grup, Jerman Barat menang dengan skor
3-2.
Tetapi perjalanan "Der Panzer" untuk mengukir prestasi
ini diwarnai pertandingan yang dramatis. Bagaimana tidak, mereka sempat
tertinggal 0-2 dan bayang-bayang kehancuran akibat kekalahan 3-8 mulai
terbayang lagi.
Namun, Jerman Barat kembali memperlihatkan mental juaranya. Tim
yang terkenal dengan permainan 'terlambat panas' sehingga mendapat julukan
"tim Panser" ini mampu membalikkan keadaan dengan mencetak tiga gol
balasan, sekaligus memastikan diri untuk pertama kalinya menggondol trofi
paling bergengsi ini. Sebuah pembalasan yang manis dan sempurna karena berujung
pada gelar juara dunia. Sedangkan di partai perebutan medali perunggu, Austria
keluar sebagai pemenang dengan skor 3-1.
SEJARAH
·
1958: Pele Mengentak Dunia
PIALA Dunia 1958 masih tetap berlangsung di Eropa, dan Swedia
mendapat kehormatan untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah. Di sini pula,
turnamen empat tahunan ini diliput oleh televisi dan disiarkan secara
internasional.
Format kompetisi pun berganti lagi. 16 tim dibagi dalam empat grup
seperti pada tahun 1954, tetapi sekarang semua tim yang tergabung dalam satu
grup harus saling berhadapan, tetapi tim yang berada di peringkat dua dan
ketiga harus melewati babak play-off. Pada fase grup ini tak ada perpanjangan
waktu. Dua tim teratas akan melaju ke perempat final, dan setelah itu formatnya
menggunakan sistem knock-out.
Pada tahun ini, tak ada lagi sistem unggulan seperti pada 1954,
tetapi setiap grup dihuni satu tim dari Eropa Barat, satu dari Eropa Timur,
satu dari Inggris dan satu dari Amerika Latin. Dengan format ini, Inggris harus
menerima kenyataan pahit karena satu grup dengan Brasil, Rusia dan peraih
medali perunggu 1954, Austria.
Sementara itu, kekuatan Hungaria sudah sangat keropos menyusul
kepergian pemain-pemain topnya seperti Puskas, Kacsis dan Czibor, yang
meninggalkan negara ini pada tahun 1956 akibat invasi Uni Soviet ke negera
mereka. Tak heran jika Hungaria yang di Piala Dunia sebelumnya sangat perkasa
dan menakutkan, kini tak berdaya sehingga langsung tersingkir di fase grup.
Sebaliknya, Uni Soviet yang untuk pertama kalinya ikut Piala
Dunia, langsung menebar ancaman. Negara "Beruang Merah" ini menjadi
favorit.
Di ajang ini, muncul sosok baru bernama Pele, yang menghentak
dunia. Pemain Brasil ini sangat menarik perhatian karena aksi-aksinya yang
menawan. Sempat absen di pertandingan pertama, Pele mulai membuat kejutan
ketika membawa Brasil menahan imbang Inggris dengan skor 0-0. Hasil imbang
tanpa gol ini merupakan yang pertama kalinya di Piala Dunia. Dari sini, Brasil
sangat difavoritkan menjadi juara, apalagi mereka melakukan inovasi dengan
mengusung skema 4-2-4.
Striker Perancis Juste Fontaine juga membuat sensasi karena
menjadi top skor Piala Dunia ini setelah mengoleksi 13 gol. Dia sukses membawa
"Les Bleus" dengan mudah melewati babak penyisihan grup dan mereka
merupakan tim paling produktif dengan torehan 11 gol.
Sukses juga diraih tuan rumah, Swedia, yang didampingi Wales untuk
melewati penyisihan grup. Sedangkan Inggris dan Skotlandia tak bisa melanjutkan
kiprahnya, karena tak mampu melewati fase grup.
Di perempat final, tak ada kejutan. Seperti yang diperkirakan,
Jerman Barat menyingkirkan Yugoslavia dengan skor tipis 1-0, tuan rumah
mengeliminasi Uni Soviet berkat kemenangan 2-0, kemudian Fontaine membawa
Perancis membantai Irlandia Utara 4-0. Di partai lain, Pele menjadi pahlawan
Brasil karena gol pertamanya di Piala Dunia membawa "Selecao"
menembus semifinal meskipun hanya menang 1-0 atas Wales.
Memasuki babak-babak selanjutnya, pesta gol terjadi. Bayangkan,
mulai semifinal hingga final, tercipta 27 gol! Pada babak empat besar Swedia
menggulung Jerman Barat yang merupakan juara bertahan, dengan skor 3-1.
Sedangkan pada partai lain, Pele memukau publik lewat hat-trick untuk
menghentikan laju Fontaine dan kawan-kawan. Brasil menang 5-2 atas Perancis.
Alhasil, Brasil bertemu Swedia di final.
Namun sebelum dunia menyaksikan pertai seru antara Brasil dan
Swedia, para pecinta sepak bola dunia lebih dulu disuguhkan pertai sembilan gol
antara Perancis dan Jerman Barat, untuk memperebutkan medali perunggu. Di sini
Fontaine melengkapi prestasinya sebagai top skor (13 gol) berkat empat gol yang
dihasilkannya untuk membawa Perancis menang 6-3. Fontaine juga menorehkan
sejarah sebagai pencetak gol terbanyak dalam satu Piala Dunia.
Pada partai puncak, Pele lagi-lagi menunjukkan tajinya sebagai
pemain bintang. "Si Mutiara Hitam" ini membawa Brasil menjadi juara
setelah menekuk tuan rumah 5-2. Hasil tersebut membuat Brasil sebagai
satu-satunya negara dari benua Amerika yang menjadi juara di Eropa dan sampai
sekarang belum ada negara yang mampu menyamai prestasi tersebut--dalam sejarah,
ketika Piala Dunia dilangsungkan di Eropa, maka negara dari benua Eropa yang
menjadi juara, begitu juga sebaliknya, ketika diadakan di benua Amerika maka
negara dari benua ini yang menjadi juara. Kecuali pada Piala Dunia 2002, di
mana Brasil menjadi juara untuk kelima kalinya ketika Piala Dunia
diselenggarakan di Korea-Jepang.
SEJARAH
1962: Brasil Pertahankan Gelar
PADA kongres FIFA tahun 1956 di Lisbon, Portugal, ada tiga negara yang
secara resmi mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 1962.
Argentina, Chili, dan Jerman Barat, menyatakan kesediaan mereka untuk
menyelenggarakan turnamen sepak bola antar-negara tersebut.
Jerman Barat menjadi negara pertama yang "tersingkir",
karena hampir semua peserta kongres tidak sepakat jika Piala Dunia untuk ketiga
kalinya secara berturut-turut diselenggarakan di benua Eropa. Karena itu,
Argentina menjadi negara terfavorit untuk menjadi tuan rumah, karena selain
budaya sepak bolanya, dan memiliki sejumlah stadion besar, antusiasme
penduduknya juga sangat tinggi. Mereka semakin menjadi kandidat terkuat ketika
Chili diguncang gempa dasyat pada Mei 1960, yang menurut laporan menewaskan
sekitar 5.000 orang.
Namun tak disangka, Chili ditunjuk sebagai negara penyelenggara
Piala Dunia 1962. Lobi dan alasan menyentuh dari Presiden FA Chili, Carlos
Dittborn, menarik simpati FIFA. "Kami tidak memiliki apa-apa, sehingga
kami harus menjadi tuan rumah Piala Dunia," demikian pernyataan Dittborn,
yang membuat FIFA trenyuh dan akhirnya menjatuhkan pilihan Chili sebagai tuan
rumah.
Dalam kurun waktu dua tahun setelah bencana gempa bumi itu, Chili
bergerak cepat untuk membangun stadion-stadion baru, termasuk National Stadium
di Santiago, yang selesai tepat waktu saat turnamen dimulai. Untuk ukuran
sebuah negara miskin, Chili yang menjadi tuan rumah tidak terlalu mengecewakan
FIFA, meskipun panitia masih harus belajar lebih banyak lagi tentang sepak
bola.
Tak seperti pada perhelatan-perhelatan sebelumnya, di sini untuk
pertama kalinya terjadi sebuah kejutan di babak kualifikasi. Swedia yang di
Piala Dunia terakhir menjadi runner-up, harus tersingkir lebih awal karena
tidak mampu melewati penyisihan grup. Sementara itu, Brasil yang mengusung
semua kekuatannya ketika menjadi juara 1958, tampaknya masih tetap menjadi
favorit. Hanya ada satu tambahan pemain, yaitu Amarildo, yang dipanggil untuk
menggantikan Pele yang cedera pada pertandingan kedua.
Pada 2 Juni, terjadi peristiwa terburuk dan merupakan hari paling
kelam dalam sejarah Piala Dunia, ketika Chili bertemu Italia di babak
penyisihan Grup B. Disaksikan sekitar 70.000 penonton di Santiago, terjadi
perkelahian di lapangan hijau yang mengakibatkan dua orang pemain Italia diusir
keluar lapangan karena mendapat kartu merah. Menurut wasit asal Inggris, Aston,
pertandingan tersebut tidak terkontrol karena para pemain berkelahi dan saling
menendang, sehingga polish harus turun tangan untuk meredakan situasi. Duel ini
berakhir dengan skor 2-0 untuk kemenangan tuan rumah.
Setelah menyelesaikan babak penyisihan di tiap grup, muncullah
delapan tim yang lolos ke perempat final. Di babak ini, Yugoslavia untuk ketiga
kalinya secara berturut-turut kembali bertemu dengan Jerman Barat. Setelah
selalu kalah dalam dua pertemuan sebelumnya, kali ini Yugoslavia bisa membalas
lewat gol Radakovic tiga menit sebelum pertandingan usai, sehingga mereka lolos
dengan kemenangan 1-0.
Sementara itu, Brasil terus menunjukkan konsistensinya. "Tim
Samba" melangkah pasti ke semifinal setelah membekuk Inggris 3-1, dengan
Garrincha sebagai bintang, karena jadi inspirator.
Cekoslovakia juga mengikuti jejak Yugoslavia dan Brasil, setelah
menang 1-0 atas Hungaria. Kejutan juga dibikin Chili, yang di luar dugaan
mengandaskan Uni Soviet dengan kemenangan 2-1.
Namun di semifinal, Chili harus bertemu dengan Brasil yang sedang
dalam performa terbaik. Bisa ditebak, Brasil tak tertahankan dan memastikan
diri lolos ke final setelah menang 4-2. Garrincha dan Vava membagi rata gol
timnya ke gawang tuan rumah. Di partai lain, Yugoslavia gagal membendung
Cekoslovakia yang berhasil meraih kemenangan 3-1, sehingga akan bertemu Brasil
di partai puncak.
Meskipun gagal ke final, Chili masih bisa menghibur publiknya
karena pada perebutan medali perunggu, mereka keluar sebagai pemenang setelah
menaklukkan Yugoslavia 1-0. Hasil ini terbilang fantastis, karena mereka
sendiri tak menyangka akan melangkah sampai semifinal.
Pada partai final, Cekoslovakia membuat kejutan karena lebih dulu
memimpin. Tetapi, Brasil yang boleh diperkuat Garrincha walaupun mendapat kartu
merah di semifinal, mampu keluar dari tekanan.
Tiga gol balasan bisa dilesakkan "tim Samba" untuk
membalikkan keadaan sehingga menang 3-1, sekaligus mempertahankan trofi yang
kali ini mereka raih tanpa harus dipekuat sang bintang di turnamen sebelumnya,
Pele.
SEJARAH
1966: Akhir Penantian "Tiga Singa"
DARI Amerika, Piala Dunia kembali diselenggarakan di Eropa.
Inggris yang sudah menunggu selama 16 tahun sejak berpartisipasi di turnamen
ini, mendapat kesempatan untuk menjadi tuan rumah. Dan, mereka sangat
optimistis bisa mengakhiri penantian untuk merengkuh trofi paling bergengsi ini
setelah menembus perempat final di Cile 1962.
Dengan sejumlah pemain top dan sedang berada di usia matang,
pelatih Alf Ramsey merasa timnya punya potensi untuk menyingkirkan lawan mana
pun. Banks, Moore, Charltons, Greaves, Hurst dan Hunt, merupakan deretan nama
yang menjadi andalan "The Three Lions".
Namun menjelang bergulirnya turnamen ini, panitia sempat pusing
tujuh keliling karena trofi yang diberi nama Jules Rimet ini dicuri, saat
dilakukan pameran pada bulan Maret di Central Hall, Westminster. Situasi
semakin runyam lantaran panitia merasa tak sanggup untuk membuat trofi baru
yang mirip dengan aslinya, yang memang unik dan sulit ditiru.
Beruntung, di tengah kegalauan itu muncul kabar menggembirakan.
Adalah seekor anjing bernama Pickles, yang memecahkan persoalan rumit tersebut,
satu minggu setelah kasus pencurian itu. Binatang yang memiliki penciuman
paling tajam ini mengendus keberadaan trofi tersebut di sekitar semak belukar
di Norwood, London Selatan. Ternyata benar, setelah diperiksa ternyata trofi
tersebut dibungkus dengan kertas koran. Alhasil, persiapan turnamen ini bisa
berlangsung lancar lagi.
Inggris yang mendapat dukungan dari suporter fanatiknya mengawali
kejuaraan ini dengan hasil yang kurang memuaskan karena hanya bermain imbang
tanpa gol melawan Uruguay. Ini membuat mereka banyak mendapat kritikan.
Meskipun demikian, pasukan Ramsey yang tergabung di Grup A bersama Uruguay,
Perancis dan Meksiko tersebut bisa keluar dari tekanan, dan mereka akhirnya
menjadi juara grup, dan lolos ke perempat final, didampingi Uruguay.
Di Grup B yang dihuni tim-tim keras, Jerman Barat dan Argentina
menjadi yang terbaik, setelah menyisihkan Spanyol dan Swiss. Di sini lahirlah
bintang muda Jerman, Franz Beckenbauer, yang bermain cemerlang di fase
penyisihan grup ini. Dia mencetak dua gol ketika Jerman mencukur Swiss 5-0.
Argentina yang diperkuat pemain-pemain top seperti Rattin, Artime
dan Onega, mengikuti jejak Jerman Barat karena menjadi runner-up. Hasil ini
terbilang kurang memuaskan, karena mereka difavoritkan akan menjadi juara grup.
Tetapi ketika melawan Jerman, Argentina hanya bermain imbang 0-0. Kejutan lain
di grup ini adalah tersingkirnya Spanyol, sang juara Eropa. Padahal, "El
Matador" datang dengan membawa seluruh kekuatannya seperti Gento, Suarez
dan Del Sol.
Dari Grup C, Brasil sempat mengawali pertandingannya dengan hasil
meyakinkan. Tendangan bebas spektakuler Pele dan Garrincha membawa
"Selecao" menang 2-0 atas Bulgaria. Tetapi juara 1958 dan 1962 ini
mendapat masalah besar saat menghadapi Hungaria, karena Pele tidak bisa tampil
lantaran cedera. Sebaliknya, dua bintang Hungaria Florian Albert dan Ferenc
Bene, mencuri perhatian dengan aksi-aksi menawan, yang membawa negara mereka
menang 3-1 atas sang juara bertahan.
Di grup ini, Portugal yang merupakan tim debutan, menjadi jawara.
Eusebio, yang berdampingan dengan Torres, Augusto, Simoes dan Coluna, membawa
tim "Samba Eropa" ini maju ke perempat final. Bahkan pada
pertandingan terakhir penyisihan grup, mereka meruntuhkan keperkasaan Brasil
lewat kemenangan 3-1, untuk memastikan diri menjadi juara grup. Sebaliknya bagi
Brasil, kekalahan ini membuat mereka tersisih, dan berakhirlah kiprah para
pemain top seperti Garrincha, Bellini dan Orlando.
Kejutan besar juga terjadi di Grup D. Sama seperti Portugal, Uni
Soviet yang sangat solid karena diperkuat Yashin, Shesterniev dan Porkuyan,
juga menyapu bersih tiga pertandingan penyisihan sehingga mereka menjadi juara
grup. Korea Utara pun tak ketinggalan. Tim debutan Asia yang dikalahkan Uni
Soviet 0-3 ini juga lolos ke perempat final sebagai runner-up grup, setelah
menahan imbang Chili dan menaklukkan Italia 1-0. Inilah kejutan yang paling
mencengangkan dalam sejarah Piala Dunia.
Selanjutnya, Korea Utara yang merupakan tim dengan materi termuda
di Piala Dunia ini, sempat merajut impian untuk masuk semifinal. Melawan
Portugal di perempat final, mereka sudah memimpin 3-0 sampai dengan turun
minum. Sayang, di paruh kedua Korea Utara tak mampu mempertahankannya, ketika
Eusebio mencetak empat gol untuk melengkapi kesuksesan Portugal yang akhirnya
lolos dengan kemenangan 5-3--ini juga masih menjadi sebuah sejarah di Piala
Dunia, di mana sebuah tim tertinggal tiga gol, tetapi mampu mengejar dan
menang.
Partai lainnya di babak delapan besar, Jerman Barat menggunduli
Uruguay 4-0. Pertandingan dengan skor mencolok ini diwarnai dengan dua kartu
merah yang diberikan kepada pemain Uruguay, sehingga Jerman Barat tak terlalu
kesulitan untuk meraih tiket ke semifinal. Langkah yang sama dijuga dicapai Uni
Soviet. Mengandalkan pertahanan yang kokoh, tim "Beruang Merah" ini
mampu mempertahankan keunggulan 2-1 atas Hungaria dan mereka untuk pertama
kalinya mencatat sejarah lolos ke semifinal.
Sementara itu di London, duel seru dan menegangkan terjadi antara
Inggris vs Argentina. Bermain dengan penuh semangat karena mendapat dukungan
dari suporter fanatiknya, tuan rumah bisa menjebol gawang Argentina. Geoff
Hurst yang menjadi bintang pertandingan ini, karena dialah yang mencetak gol
tunggal ketika pertandingan tersisa 12 menit, untuk membawa Inggris ke
semifinal dan bertemu Portugal.
Di babak empat besar ini, muncullah sosok Bobby Charlton karena
permainannya sangat memukau. Ini mungkin menjadi aksi terbaik Charlton bersama
timnas Inggris, karena bintang klub Manchester United tersebut yang meloloskan
Inggris ke final lewat dua golnya, sehingga mereka mengalahkan Portugal 2-1.
Satu-satunya gol Portugal dihasilkan oleh pemain legendarisnya, Eusebio, lewat
titik penalti.
Di semifinal lainnya, Jerman Barat menaklukkan Uni Soviet 2-1. Di
sini Beckenbauer mencetak gol spektakuler, karena tembakannya dari jarak jauh
tak mampu dihalau Yashin, salah satu kiper terbaik sepanjang masa. Yashin juga
kembali harus dua kali memungut bola dari dalam jaringnya pada pertandingan
perebutan tempat ketiga, ketika Eusebio memborong dua gol Portugal yang meraih
kemenangan 2-1, sekaligus membawanya menjadi top skor--lebih banyak tiga gol
dari striker Jerman Helmut Haller.
Pada partai final, Ramsey membuktikan bahwa prediksinya benar,
yaitu bahwa Inggris menjadi juara Piala Dunia 1964 ini. Bermain di Wembley yang
merupakan stadion kebanggaan negara tersebut, Inggris tampil penuh gairah.
Namun publik tuan rumah sempat terhenyak ketika Haller menjebol
gawang Gordon Banks pada menit ke-12. Beruntung, hanya berselang enam menit
Hurst berhasil menyamakan kedudukan, ketika dia dengan sempurna mengonversi
umpan Bobby Moore menjadi gol. Skor 1-1 bertahan sampai jeda.
Di babak kedua, tepatnya menit ke-78, Martin Peters membuat
stadion seolah runtuh oleh gemuruh penonton yang bersorak kegirangan. Striker Inggris
ini mengoyak jala Hans Tilkowski yang membuat Inggris unggul 2-1 dan bertahan
sampai menit ke-89.
Dalam waktu yang tersisa, publik Inggris tampaknya sudah merasa
timnya akan menjadi juara dunia dan mereka siap-siap menggelar pesta. Tetapi,
Wolfgang Weber merusak semuanya karena di masa injury time dia bisa menyamakan
skor menjadi 2-2, dan memaksa perpanjangan waktu.
Pada extra time ini, Hurst kembali membuat 96.924 penonton
berjingkrak kegirangan karena dia membawa Inggris unggul 3-2, saat pertandingan
memasuki menit ke-101. Gol ini juga yang sampai sekarang terus menjadi
kontroversi, karena para pemain Jerman Barat menilai bola yang memantul dari
mistar, belum melewati garis gawang, meskipun wasit Gottfried Dienst dari Swiss
mengesahkannya.
Di tengah keraguan kubu lawan tentang gol tersebut, Hurst membuat
gol ketiganya dalam pertandingan itu--satu-satunya hat-trick di partai final
yang sampai sekarang belum disamakan. Pada menit ke-120, Hurst kembali
memaksimalkan umpan Moore dan memastikan Inggris menang 4-2, dan membuat
"The Three Lions" mengakhiri penantian untuk menyabet gelar juara
paling bergengsi di dunia tersebut.
SEJARAH
1970: Meksiko - Momen Bersejarah Penuh Warna
PIALA Dunia Meksiko 1970 pantas boleh disebut sebagai pionir sepak
bola modern. Selain munculnya rekor-rekor baru, aturan main baru dan inovasi
teknologi, momen ini menandai penampilan terakhir Pele di Piala Dunia.
Piala Dunia kali ini tak pernah disangka mampu sukses, seperti
Piala Dunia 1966 Inggris. Pasalnya, ini adalah untuk pertama kalinya Piala
Dunia digelar di Amerika Utara. Ini juga pertama kalinya Piala Dunia dihelat di
luar Amerika Selatan dan Eropa.
Namun, kekhawatiran itu tak pernah menjadi kenyataan. Penemuan
televisi berwarna yang mendahului Piala Dunia 1970 Meksiko, membuat banyak
orang sangat menantikan sepak bola. Mereka ingin menyaksikan, untuk pertama
kalinya, bagaimana rasanya menyaksikan Piala Dunia dari layar penuh warna.
Sepak bola kemudian mendompleng kemajuan teknologi ini dan
memanfaatkan Piala Dunia Meksiko 1970, untuk memperkenalkan aturan baru soal
kartu kuning dan kartu merah. Untungnya, pengenalan kartu kuning dan merah tak
membuat pemain latah sehingga melakukan pelanggaran yang membuat mereka terusir
dari lapangan.
FIFA merasa, sikap pemain yang menjunjung sportivitas itu pantas
mendapat penghargaan. Jadilah, Piala Dunia Meksiko 1970 kembali mencatatkan
sejarah sebagai ajang pertama di mana FIFA memperkenalkan anugerah fairplay,
yang diraih Peru.
Catatan momen penting Piala Dunia Meksiko 1970, akhirnya harus
diakhiri dengan menyebut Brasil dan Pele. Brasil yang sukses menuntaskan
perjalanan mereka di Meksiko sebagai juara. Itu adalah gelar juara Piala Dunia
yang diraih Brasil, setelah Piala Dunia Swedia 1958 dan Piala Dunia Cile 1962.
Atas Prestasinya itu, Brasil berhak menyimpan trofi Jules Rimet secara
permanen. Trofi ini kemudian hilang dicuri pada 1983.
Bagi Pele, keberhasilan membawa Brasil menjuarai Piala Dunia
Meksiko 1970, menjadikan dirinya manusia pertama yang menjuarai Piala Dunia
sebanyak tiga kali. Ini juga menjadi penampilan terakhir Pele di Piala Dunia,
karena ia memutuskan gantung sepatu dari tim nasional Brasil pada tahun 1971.
SEJARAH
1974: Bangkitnya Sepak Bola Menyerang
BRASIL sudah puas menguasai Piala Dunia 1970 Meksiko. Saat itu,
mereka menjadi juara, untuk yang ketiga kalinya dan karenanya berhak menyimpan
trofi Jules Rimet secara permanen. Tercatatnya Pele sebagai manusia tersukses
di Piala Dunia karena mengantar Brasil menjuarai tiga Piala Dunia itu, semakin
mengukuhkan dominasi "Tim Samba".
Tak ada yang menyangka, pesta besar di Meksiko itu menandai
berakhirnya hegemoni Brasil di Eropa. Hanya empat tahun setelahnya, tepatnya di
Piala Dunia 1974 Jerman Barat, keanggunan gaya samba dilibas permainan sepak
bola menyerang dan efektif Eropa, yang diwakili Belanda dan Jerman Barat.
Brasil semakin kehilangan pengaruhnya, seiring pensiunnya simbol
sepak bola indah mereka, Pele, dari timnas. Di Piala Dunia 1974 Jerman Barat,
nama Pele ditenggelamkan sejumlah jago-jago baru, misalnya Johan Cruyff, Franz
Beckenbauer, dan Gerd Muller.
Cruyff dan Muller inilah yang membuat persaingan Belanda dan
Jerman Barat berlangsung ketat sampai babak puncak. Setelah bersusah payah,
Jerman Barat berhasil menjuarai ajang ini mengandaskan Belanda dengan skor 2-1.
Jerman pun sukses meraih ambisinya menyandingkan gelar Piala Dunia dan Piala
Eropa, yang mereka raih pada 1972.
Mengingat pada turnamen kali ini, FIFA memperkenalkan Trofi Piala
Dunia FIFA, sebagai pengganti Jules Rimet, tidak berlebihan bila Jerman Barat
disebut sebagai pionir kebangkitan sepak bola Eropa.
Sementara itu, Brasil sendiri gagal menjaga kehormatan dan
reputasi mereka setelah menyerah 0-1 kepada Polandia pada perebutan juara
ketiga.
SEJARAH
·
1978: Kontroversi yang Menenteramkan
UNTUK pertama kalinya, setelah 16 tahun, Piala Dunia 1978 kembali
digelar di Amerika Selatan, tepatnya di Argentina. Mengingat situasi politik
Argentina saat itu, keputusan FIFA bukannya tak mengundang kontroversi dan
ancaman boikot.
Ketika FIFA memutuskan menggelar Piala Dunia 1978 di Argentina,
situasi pemerintahan jauh dari keadaan aman dan tenteram. Penguasa militer saat
itu menjalankan roda pemerintahan dengan tangan besi. Aksi protes melawan
pemerintah selalu direspons dengan penangkapan, penyiksanaa, dan pertumpahan
darah.
Sejumlah negara, termasuk yang lolos kualifikasi, mempertimbangkan
melakukan boikot dengan tidak menghadiri perhelatan tersebut. Namun, perhelatan
tetap dilaksanakan, tanpa kehadiran dua pemain penting, yaitu Johann Cruyff dan
Franz Beckenbauer. Cruyyf tidak tampil setelah mengalami percobaan penculikan.
Selama perhelatan, peserta memang tak mengalami gangguan keamanan.
Namun, sejumlah kalangan menilai, peraturan turnamen tidak adil karena
cenderung mendukung Argentina. Belum lagi munculnya dugaan pengaturan skor.
Salah satu peraturan yang dinilai menguntungkan adalah, Argentina
selalu bermain malam hari, sehingga mereka sudah lebih dulu mengetahui hasil
lain di grup mereka.
Soal pengaturan skor, itu terjadi di fase grup putaran kedua. Saat
itu, Argentina harus melawan Peru. Untuk menjadi juara Grup B dan melaju ke
final, Argentina harus menang dengan selisih empat gol.
Secara luar biasa, Argentina menang 6-0. Komentator menyebut
kemenangan itu terlalu mudah. Belakangan, sejumlah kalangan menilai, kiper
Peru, Ramon Quiroga, terlibat konspirasi dengan Argentina. Kesimpulan ini
berdasar kenyataan bahwa Quiroga merupakan pemain kelahiran Argentina. Namun,
tuduhan ini tak pernah terbukti.
Kontroversi Argentina masih berlanjut ke babak final, di mana
mereka berhasil menjadi juara setelah mengalahkan Belanda 3-1. Setelah
pertandingan, Belanda menolak menghadiri konferensi pers karena menilai
Argentina sengaja mengulur-ulur waktu kick-off.
Kontroversi mencapai puncaknya setelah di akhir turnamen, FIFA
menganugerahkan penghargaan fair play kepada Argentina.
Terlepas dari berbagai kontroversi, Piala Dunia 1978 Argentina
menularkan kegembiraan kepada rakyat yang sudah tersiksa rasa takut dalam dua
tahun terakhir. Kiranya, ini menjadi sumbangan terbesar Mario Kempes dkk kepada
negaranya.
Bagi sepak bola, hal itu semakin meneguhkan bahwa sepak bola bisa
meretas batas-batas yang tak bisa ditembus sistem politik, ekonomi, atau
sosial.
SEJARAH
·
1982: Ketika Italia Menyundul Brasil
ITALIA sempat unggul 2-0 atas Brasil dalam hal koleksi gelar Piala
Dunia. Namun, Brasil mampu mengejar dan unggul 3-2. Akhirnya, baru pada Piala
Dunia 1982 Spanyol, Italia mampu berdiri sejajar dengan Brasil.
Sulit diduga Italia mampu melangkah sejauh itu. Pasalnya, di
putaran kedua, mereka berada satu grup dengan Argentina dan Brasil. Namun,
secara meyakinkan, mereka mengalahkan kedua wakil Amerika Selatan itu dan
melaju ke semifinal.
Di babak empat besar, Italia kembali menemui ujian berat, yaitu
menghadapi Polandia. Beruntung mereka memiliki Paolo Rossi. Di babak semifinal,
Paolo Rossi mencetak dua gol yang menentukan kemenangan Italia 2-0 atas
Polandia dan mengantar Italia ke final pertama mereka setelah 12 tahun.
Di final, mereka mengandaskan Jerman Barat 3-1. hasil itu membuat
Italia dan Brasil sama-sama mengantongi tiga gelar juara Piala Dunia. Bedanya,
karena Brasil lebih dulu mencapai gelar ketiga, mereka berhak mendapatkan Piala
Jules Rimet.
SEJARAH
1986: Milik Maradona
TAHUN 1986 merupakan tahun gemilang bagi persepakbolaan Meksiko,
tuan rumah Piala Dunia waktu itu. Namun, bintang turnamen itu justru berasal
dari Argentina, yakni sang kapten Diego Maradona. Pada tahun itu, Maradona
meraih puncak kariernya di pentas internasional disertai kontroversi gol
"Tangan Tuhan".
Tuan rumah Piala Dunia ke-13 sebetulnya diserahkan kepada
Kolumbia. Karena masalah keuangan di negara tersebut, FIFA kemudian
memindahkannya ke Meksiko. Dalam hal infrastruktur, Meksiko yang pernah menjadi
tuan rumah 16 tahun sebelumnya dianggap lebih siap dibanding calon lain yakni
Kanada dan Amerika Serikat. Delapan bulan sebelum penyelenggaraan PD 1986,
negara di Amerika Utara itu sempat diguncang gempa bumi yang menewaskan 20.000
orang. Untunglah gempa ini tak merusak 12 stadion tempat penyelenggaraan
turnamen.
Tiga negara menjalani debut mereka di putaran final, yakni Kanada,
Denmark, dan Irak. Kanada dan Irak tersingkir di fase grup, demikian pula
dengan kontingen Korea Selatan, yang sempat mengundang decak kagum lewat
tendangan-tendangan jarak jauh para pemainnya. Denmark dengan duo pemain depan
Michael Laudrup dan Preben Elkjaer-Presen membuat kejutan dengan menguasai Grup
E, salah satunya dengan menekuk runner-up Jerman Barat di fase grup.
Pada turnamen kali ini, FIFA kembali memberikan peraturan baru di
mana empat tim terbaik yang menduduki peringkat ketiga di masing-masing grup
boleh ikut ke fase knock out bersama 12 tim yang menjadi juara dan runner-up
grup. Berkat aturan ini, Belgia, Polandia, Bulgaria, dan Uruguay berhak lolos
ke 16 besar. Belgia bahkan berhasil melangkah ke semifinal dengan menekuk Uni
Soviet di perdelapan final dan menang adu penalti lawan Spanyol di perempat
final.
Kejutan juga dibuat oleh Maroko. Mereka menjadi negara pertama dari
Afrika yang berhasil lolos ke fase knock out setelah menjadi pimpinan Grup F.
Di babak 16 besar, langkah mereka langsung terhenti oleh Jerman Barat. Jerman
pula yang menyingkirkan tuan rumah Meksiko dalam laga alot di perempat final.
Di babak ini pula, terjadi persaingan alot oleh setiap kontestan. Dari empat
laga yang berlangsung, hanya partai Argentina versus Inggris yang berakhir
dalam waktu 90 menit. Partai lainnya harus diakhiri dengan adu penalti.
Argentina yang hanya sekali kalah pada laga kualifikasi kemudian
menaklukkan Belgia di semifinal dengan skor akhir 2-0. Kedua gol dicetak oleh
Maradona dan membuat jumlah golnya di turnamen tersebut menjadi lima gol.
Jumlah gol Maradona itu rupanya masih kalah dari top scorer asal Inggris, Gary
Lineker. Lineker kemudian mendapat penghargaan Sepatu Emas, tetapi Maradona
menjadi Pemain Terbaik berkat lima gol dan lima assist-nya dalam tujuh laga
waktu itu. Salah satu gol tersebut ia buat dengan menggunakan tangan kiri ke
gawang Inggris yang dijaga oleh Peter Shilton pada perempat final.
Gol pembuka Maradona di pertandingan itu kemudian dikenang sebagai
"la mano de Dios" atau gol "Tangan Tuhan". Gol keduanya,
tiga menit setelah gol pertama, tercipta melalui aksi solo run dari lapangan
tengah, berbelok-belok mencari celah, sambil melewati lima pemain Inggris. Pada
2002, FIFA melakukan jajak pendapat dan menempatkan gol tersebut sebagai gol
terbaik sepanjang abad.
Di final, Maradona tidak mencetak gol. "Albicelestes"
memimpin 2-0 lebih dulu, tapi Jerman berhasil menyamakan skor. Enam menit
menjelang bubar, Maradona memberikan assist cantik kepada Jorge Burruchaga dan
terciptalah gol yang membawa armada Carlos Bilardo tersebut menjadi pemenang.
Maradona pun menjadi satu-satunya pemain yang begitu dominan dalam
sejarah Piala Dunia.
Secara keseluruhan, tercatat 80 pemain mencetak gol di turnamen
ini. Dari 132 gol, Argentina mencatat jumlah gol paling banyak yakni 15 gol,
adapun Kanada menjadi satu-satunya tim yang sama sekali tak menjebol gawang
lawan. Uni Soviet yang didominasi oleh pemain-pemain Dynamo Kiev mencatat skor
terbesar pada penyisihan grup yakni saat mengalahkan Hungaria dengan 6-0.
Meksiko mengandalkan top scorer La Liga Spanyol, Hugo Sanchez,
tapi dia justru menghabiskan banyak waktu untuk memprotes wasit dan melakukan
pelanggaran yang tak perlu. Meski kalah di perempat final, "El Tri"
memperlihatkan penampilan menawan dan itu merupakan penampilan terbaik mereka
di Piala Dunia.
Jerman Barat, Inggris, dan Brasil masih seperti sebelumnya
mengandalkan pemain-pemain bintang yang sudah menapak usia senja. Karl-Heinz
Rummenigge, Michel Platini, dan Zico diberi kesempatan dalam laga terakhir
mereka di Piala Dunia, tapi hanya Platini yang tampil cukup bagus. Rummenigge
dan Zico berkutat dengan cedera lutut dan jarang bermain 90 menit penuh.
Platini dkk akhirnya bertemu Zico cs pada perempat final di
Guadalajara. Platini berhasil menyamakan skor 1-1 dan pertandingan pun akhirnya
harus dilanjutkan lewat adu penalti. Zico berhasil menunaikan tugas sebagai
algojo, sementara Platini gagal mencetak gol dari titik putih. "Les
Blues" akhirnya menang dan Platini pun bertemu Rummenigge cs di
sermifinal.
Pemain termuda di turnamen ini adalah pemain tuan rumah F.J. Cruz,
sedangkan pemain tertua adalah Pat Jennings, kiper Irlandia Utara. Itulah Piala
Dunia terakhir bagi Jennings, tepat pada usia 41 tahun. Ia menjadi satu-satunya
kiper yang pernah bermain dalam enam periode Piala Dunia.
SEJARAH
1990: Miskin Gol, Pesta Kartu
UNTUK kedua kalinya, Italia menjadi tuan rumah Piala Dunia pada
1990. Negeri Pizza itu menjadi negara kedua--setelah Meksiko--yang mendapat dua
kali kesempatan menggelar turnamen akbar itu. Sayang, kali ini banyak catatan
negatif di ajang tersebut.
Pada kesempatan pertama tahun 1934, "Gli Azzuri" sukses
menjadi juara dunia di kandangnya sendiri. Setelah 56 tahun berlalu, Italia
justru dilanda kecemasan ketika harus mempersiapkan diri menjadi tuan rumah
pada 1990. Mereka hanya punya waktu enam tahun untuk memperbarui 12 stadion
yang ditunjuk FIFA sebagai tempat pertandingan. Renovasi stadion molor, meski
akhirnya selesai sebelum pembukaan turnamen di Milan.
Putaran final kali ini bisa disebut reuni negara-negara kuat di
sepak bola, tapi justru paling miskin atraksi gol. Semua pemenang Piala Dunia
sebelumnya tampil di sini dan untuk kedua kalinya empat mantan juara dunia
melaju ke semifinal, yakni Jerman Barat, Argentina, Italia, dan Inggris. Jerman
Barat waktu itu sudah lima kali mencapai final, dua di antaranya mereka akhiri
dengan menjadi juara dunia. Adapun Italia sudah tiga kali menjadi kampiun dalam
empat penampilan di partai final sebelumnya. Argentina dua kali juara yakni
pada 1978 dan 1986, sedangkan Inggris menang di kandang pada 1966.
Brasil yang sudah tiga kali juara dunia tampil tanpa cela di fase
grup. Di babak 16 besar, mereka langsung keok di tangan Argentina, juara
bertahan yang hanya mencetak tiga gol dan dua kali kebobolan di penyisihan
grup. "Albicelestes" akhirnya menjadi runner-up dan secara total
hanya mencetak lima gol. Diego Maradona, yang menjadi bintang empat tahun
sebelumnya, tak mencetak satu pun gol.
Paceklik gol juga dialami Inggris dan Belanda. Keduanya berada di
Grup F bersama Irlandia Utara dan Mesir. Inggris, Irlandia Utara, dan Belanda
hanya mencetak dua gol dalam tiga laga kualifikasi grup. Inggris menjadi
pemimpin klasemen gara-gara kebobolan satu gol, sementara Irlandia Utara dan
Belanda kemasukan dua gol.
Di fase gugur, "The Three Lions" kembali pelit membobol
gawang. Mereka selalu melewati babak tambahan waktu, termasuk ketika takluk
dari Jerman Barat lewat adu penalti di semifinal. Paul Gascoigne dan Gary
Lineker menjadi bintang Inggris di pentas tersebut.
Italia sendiri hanya mendapat hadiah hiburan dengan menempatkan Salvatore
Schillaci sebagai pencetak gol terbanyak (6 gol) dan Pemain Terbaik di turnamen
tersebut. Schillaci sebetulnya merupakan pengganti Gianluca Vialli, yang lebih
difavoritkan menjadi pahlawan "Gli Azzuri". Prestasi Schillaci pun
langsung hilang di turnamen berikutnya.
Prestasi dadakan juga muncul dari pemain Kamerun Roger Milla dan
kiper Argentina Sergio Goycoechea. Milla yang sudah berumur 38 tahun justru
menjadi favorit suporter netral. Meski berstatus sebagai pemain cadangan, ia
berhasil mengantar Kamerun ke babak 16 besar berkat empat golnya. Setiap kali
mencetak gol, Milla merayakannya dengan tarian unik di pojok lapangan. Tarian
ini kemudian menjadi populer di pelosok dunia.
Adapun Goycoechea tampil sebagai pahlawan instan karena ia baru
tampil setelah kiper utama Nery Pumpido mengalami patah tulang pada fase grup
lawan Uni Soviet. Berkat Goycoechea, armada Carlos Bilardo dapat bertahan dalam
adu penalti lawan Yugoslavia dan Italia sehingga Argentina pun lolos ke final.
Penampilan kiper 26 tahun itu setidaknya dapat menutupi kekurangan tim
"Tango", yang mencatat tiga kartu merah dan 22 kartu kuning selama
turnamen berlangsung.
Pemain Jerman Barat justru tidak mendapat penghargaan tingkat
individu. Lothar Mathaeus memang tampil baik selama turnamen. Spielfuehrer
alias kapten yang membela Inter Milan itu selalu menjelajah setiap jengkal
lapangan untuk menggali kreasi serangan. Kekuatan lainnya dibentuk oleh Rudi
Voeller dan Juergen Klinsmann serta bek kiri Andreas Brehme.
Penampilan mengecewakan justru datang dari favorit juara, Belanda.
Marco van Basten tidak sekali pun mencetak gol, sementara Ruud Gullit masih
belum on form selepas pulih dari cedera. Penampilan terbaik Belanda pada Euro
1988 akhirnya menguap setelah ditekuk Jerman. Frank Rijkaard bahkan meludahi
Voeller karena merasa diperlakukan secara rasis. Keduanya menerima kartu merah.
Total ada 16 kartu merah di turnamen ini, jumlah terbanyak di
antara Piala Dunia sebelumnya. Argentina bahkan harus bermain dengan sembilan
pemain di partai final setelah Pedro Monzon dan Dezotti diusir wasit.
SEJARAH
1994: Kejayaan Sepak Bola Menyerang
EMPAT tahun sejak permainan defensif di Piala Dunia Italia 1990,
Amerika Serikat mendapat kesempatan pertama menjadi tuan rumah turnamen
tersebut. Muncul perasaan skeptis atas penunjukkan negara yang asing terhadap
sepak bola itu.
Tidak mudah bagi AS untuk mendongkrak popularitas sepak bola di
negara mereka. Nama football yang sudah sedemikian akrab di telinga penggemar
sepak bola dunia bermakna lain di Negeri Paman Sam. Di sana, orang harus
membiasakan menyebut sepak bola dengan istilah soccer.
Turnamen ini juga tak diikuti sejumlah negara besar sepak bola.
Sebutlah Perancis, Portugal, dan Uruguay. Banyak pihak kemudian menyangka Piala
Dunia 1994 di AS tidak akan menyedot banyak penonton.
Dugaan itu salah besar. AS justru menjadi salah satu penyelenggara
paling sukses dalam penyelenggaraan Piala Dunia. Setiap pertandingan
berlangsung, hampir 70.000 penonton memadati stadion.
FIFA juga menjadikan turnamen ini untuk mengubah format dan
peraturan Piala Dunia. Otoritas sepak bola dunia itu mulai melarang kiper menangkap
backpass dari kaki rekan satu timnya. Permainan pun menjadi lebih agresif
dibanding empat tahun sebelumnya.
Untuk memotivasi gaya main menyerang, setiap tim yang memenangi
laga diberi poin tiga. Sebelumnya, tim pemenang hanya diberi nilai dua. Produktivitas
gol pun naik pesat meski tak mengurangi jumlah ganjaran kartu untuk para
pemain.
Pemberian kartu pun mengalami perubahan. Untuk pertama kalinya,
metode akumulasi kartu kuning selama penyisihan grup mulai diberlakukan.
Setelah lolos ke fase knock out, pemain dengan tabungan kartu kuning diberi
ampunan dengan cara "diputihkan" kembali. Di fase berikutnya,
akumulasi kartu dihitung mulai dari nol.
Wasit yang memimpin pertandingan juga diperbolehkan memakai
seragam dengan kelir selain hitam, ada yang pakai kuning, putih, atau jingga.
Untuk pemain, seragam mereka pun tidak cuma bertuliskan nomor punggung, tapi
juga memuat nama mereka.
Pendek kata, banyak perubahan di Piala Dunia kali ini dan hal itu
menjadikan pertandingan berjalan lebih menarik. Pemain Rusia Oleg Salenko
menjadi pemain pertama yang berhasil mencetak lima gol dalam satu pertandingan,
yakni ketika melawan Kamerun. Dua tim tersebut akhirnya gagal melangkah ke fase
gugur.
Nama Jerman Barat sebagai juara bertahan sudah melebur menjadi
Jerman menyusul bersatunya dua negara sisi barat dan timur pada akhir 1990.
Sayang, penampilan perdana Jerman ini berakhir antiklimaks. Bermain di partai
pembukaan, pemain Jerman justru tampak lesu dan kurang gairah. Meski demikian,
mereka dapat menaklukkan Bolivia berkat gol tunggal Juergen Klinsmann.
Tim bentukan pelatih Berti Vogts itu masih mengandalkan pemain
veteran Rudi Voeller sebagai gelandang pembantu Klinsmann. Kapten Lothar
Mathaeus berubah peran menjadi libero dan menghilangkan gol-gol kejutan seperti
yang ia lakukan di Italia 1990. Meski menjadi juara grup, "Der
Panzer" akhirnya keok di tangan Bulgaria di perempat final.
Runner-up 1990, Argentina, kembali tampil mengecewakan. Diego
Maradona masih menjadi tumpuan dan memberikan hasil baik di dua laga awal.
Namun, kasus penggunaan narkoba memaksanya pulang lebih dini. Gabriel Batistuta
dkk pun kehilangan playmaker dan hanya finis di tempat ketiga Grup D, yang
dikuasai oleh Nigeria. Kedua tim akhirnya kalah di babak 16 besar.
Kejutan diperlihatkan oleh Swedia. Pelatih Tommy Svensson
mengandalkan Martin Dahlin, Tomas Brolin, dan Kennet Andersson untuk
menunjukkan efisiensi permainan menyerang. Perjalanan mereka berakhir di tangan
Brasil, musuh satu grup dan bertemu lagi di semifinal.
Bulgaria juga tampil menawan dan lolos ke semifinal usai
mengalahkan Argentina dan Jerman di fase gugur. Di laga pertama, Bulgaria
memang kalah 0-3 dari Nigeria. Namun, penampilan menarik dari Hristo Stoichkov
membuat timnya terus merangkak naik. Pada akhir turnamen, Stoichkov mendapat
Sepatu Emas sebagai pencetak gol terbanyak bersama dengan Salenko.
Langkah Bulgaria menemui buntu saat bertemu dengan Italia. Adalah
Roberto Baggio, striker Italia yang mengubur impian mereka. Dua gol Baggio pada
semifinal itu menambah koleksi golnya menjadi lima, yang paling banyak di
antara kompatriotnya.
Baggio sebelumnya tampil gemilang di Italia 1990. Pada ajang kali
ini, "Si Kucir Kuda" itu digadang-gadang bakal menjadi pemain
terbaik. Apa boleh buat, kondisi fisiknya kurang fit. Namun, pelatih Arrigo
Sacchi tetap menurunkannya melawan Brasil dalam final pertama yang berakhir
lewat adu penalti.
Baggio akan selalu mengenang final 1994 itu sebagai kenangan
paling buruk dalam kariernya. Ia gagal mengeksekusi penalti terakhir sehingga
timnya kalah 2-3 setelah kedua tim bermain seri tanpa gol selama 120 menit.
Brasil menjadi tim paling solid di semua lini. Mereka hanya
kebobolan tiga gol dalam tujuh laga. Gelandang mereka sangat berperan membantu
pertahanan yang sudah begitu kuat. Di depan, Romario dan Bebeto bisa dilepas
berduaan dan menuai hasil manis. Keduanya sama-sama berambisi mengakhiri 24
tahun paceklik juara dan berhasil mewujudkannya di Los Angeles. Romario pun
diganjar anugerah Pemain Terbaik.
SEJARAH
1998: Kejayaan "Tim Ayam Jantan"
PERANCIS memang terkenal sebagai negara yang mampu melahirkan
pemain dan tim yang terbaik. Selain itu, Perancis bisa dibilang yang membidani
lahirnya Piala Dunia. Adalah Jules Rimet yang bertahun-tahun menjadi presiden
FIFA merupakan orang berusaha keras untuk memperkenalkan Piala Dunia. Walau
Perancis pelopor, taji "Tim Ayam Jantan" tidak cukup tajam pada
kompetisi ini. Pada 1938, "Les Blues" dipercaya untuk menggelar ajang
ini untuk ketiga kalinya, memiliki kesempatan emas untuk menggondol piala.
Namun, Perancis gagal unjuk gigi di rumahnya karena Italia yang menjadi jawara
untuk kedua kalinya setelah mengalahkan Hungaria 4-2.
Piala Dunia terus bergulir. Meski begitu, "Les Blues"
belum jua menjadi jawara di ajang ini. Mereka baru menorehkan catatan yang
cukup baik pada Piala Dunia 1958 di Swedia. Saat itu, mereka berhasil menjadi
juara ketiga setelah mengalahkan Jerman Barat 6-3. Mereka gagal menembus final
setelah diempaskan Brasil, 2-5, di babak semifinal. Pada Piala Dunia ini,
mereka melahirkan dua penyerang yang sangat andal yaitu, Raymond Kopa dengan
julukan "Si Perancang" dan Just Fontaine yang berjuluk "Si
Eksekutor". Tiga belas gol yang dicetak Fontaine untuk satu Piala Dunia
masuh merupakan rekor hingga saat ini. Selanjutnya, Perancis kembali mencatat
sejarah pada Piala Dunia 1986 di Meksiko. Saat itu, mereka kembali meraih
perunggu setelah mengalahkan Belgia 4-2.
Pada 1998, Perancis kembali mendapat kehormatan untuk kembali
menggelar Piala Dunia ke-16. Kejuaraan kali ini bisa dikatakan Piala Dunia yang
cukup ideal. FIFA membuat kebijakan dengan melakukan penambahan delapan tim
dari sebelumnya hanya mengikut sertakan 24 negara. Kebijakan ini membuka
peluang yang lebih besar kepada negara di benua Afrika dan Asia. Masing grup
juga mencerminkan pembagian yang sangat adil. Tiap-tiap grup dihuni oleh dua
tim Eropa, satu tim Amerika, dan satu dari Asia atau Afrika. Kebijakan lainnya
adalah dua dari 34 tim berhak lolos secara otomatis. Perancis mendapat jatah
lolos karena menjadi tuan rumah dan Brasil sebagai juara bertahan.
Menjadi tuan rumah, harapan besar pun langsung membumbung tinggi
dari seluruh masyarakat Perancis agar tim nasional kesayangannya bisa
menggondol Piala Dunia di rumahnya sendiri. Federasi Sepak Bola Perancis (FFF)
langsung menginstruksikan pelatih Aime Jacquet untuk mempersiapkan anak asuhnya
dengan sangat matang.
Perancis tergabung bersama Denmark, Afrika Selatan, dan Arab Saudi
menghuni Grup C. Dengan dukungan penuh suporter fanatiknya, pasukan yang
dikomandani Jacquet berhasil lolos ke babak 16 besar dengan angka sempurna.
Bagaimana tidak, Zinedine Zidane dkk berhasil menghancurkan Afrika Selatan 3-0,
Saudi Arabia 4-0, dan Denmark 2-1. Denmark pun mendapat jatah tiket setelah
berada di peingkat kedua dengan mengumpulkan poin empat.
Brasil dan Norwegia lolos ke babak 16 besar mewakili grup A. Pada
laga perdana, Brasil yang berjuluk "Tim Samba" berhasil mengandaskan
Skotlandia 2-1. Brasil meraih tiga angka setelah gol bunuh diri yang dilakukan
Boyd pada menit ke-73. Di laga kedua, Ronaldo dkk bangkit dengan menggilas
Maroko 3-0. Namun, rekor belum pernah kalah tersebut harus dipatahkan Norwegia
dengan menudukkan "Tim Samba" 2-1. Meskipun demikian, Brasil berhak
lolos bersama Norwegia yang berada di peringkat kedua dengan mengumpulkan enam
poin.
Grup B menjadi grup yang sangat ketat. Italia bermain imbang 2-2
melawan Chili pada laga perdana. Di stadion De Toulouse, Kamerun imbang 1-1
melawan Austria. Meskipun demikian, Italia yang menjadi juara tiga kali
menujukkan superioritasnya dengan mengalahkan Kamerun 3-0 dan Austria 2-1.
Chili berhasil mendapat jatah tiket lolos karena rekor tidak terkalahkan di
grup ini.
Dua tim Eropa, Spanyol dan Bulgaria bernasib apes berada di Grup
D. Meski menang besar 6-1 atas Bulgaria, "Tim Matador", julukan
Spanyol, harus tersingkir karena dikalahkan Nigeria 2-3, dan hanya bermain
imbang 0-0 melawan Paraguay. Bulgaria pun tersingkir karena mengalami dua
kekalahan dan satu kali imbang. Alhasil, Nigeria dan Paraguay yang berhak
menjadi wakil dari grup D.
Belanda dan Meksiko lolos mewakili Grup E dengan menyingkirkan
Belgia dan Korea Selatan. "Tim Negeri Kincir Angin" lolos setelah
meraih kemenangan besar 5-0 atas Korea Selatan meski pada dua laga sebelumnya
Denis Bergkamp dkk hanya memperoleh dua poin saat ditahan imbang Belgia 0-0 dan
Meksiko 2-2. Nasib serupa juga dialamai Meksiko. Mereka berhasil mengkandaskan
Korea Selatan 3-1 setelah pada dua laga ditahan imbang Belgia dan Belanda
dengan skor akhir yang sama 2-2.
Grup F diwakili Jerman dan Yugoslavia. Kedua negara sama-sama
mengumpulkan poin tujuh. "Tim Panser", julukan Jerman, berhasil
mengalahkan Amerika Serikat dan Iran dengan skor akhir yang sama 2-0. Jerman
gagal menjaga trek kemenangan setelah ditahan imbang Yugoslavia 2-2 di Stadion
Felix Bollaert. Dalam duel tersebut, Jerman harus tertinggal terlebih dahulu
berkat gol yang dicetak Mijatovic pada menit ke-13 dan Stojkovic pada menit
ke-54. Namun, Jerman berhasil mengejar defisit gol setelah Mihajlovic melakukan
gol bunuh diri pada menit ke-73 yang kemudian disamakan Jerman melalui gol yang
dicetak Bierhoff pada menit ke-80.
Rumania dan Inggris berhasil lolos setelah menyingkirkan Kolombia
dan Tunisia di Grup G. Sedangkan, Argentina dan Kroasia lolos setelah
menyingkirkan Jamaikan dan Jepang di Grup H.
Jawara Piala Dunia 1966, Inggris harus angkat koper terlebih
dahulu setelah dikalahkan Argentina melalui drama adu penalti di putaran kedua.
Partai yang digelar di Stadion Geoffroy-Guichard yang dipadati 30.000 penonton
berlangsung sengit. Bahkan, dua penalti pun terjadi di babak pertama. Babak
kedua yang berakhir 2-2 penuh drama. Gelandang Inggris, David Beckham, diusir
wasit Kim Nielsen (Denmark) karena "menendang" Diego Simeone. Bahkan,
"The Three Lions
merasa dirugikan karena Nilesen menganulir gol Sol Campbell. Dalam
drama adu penalti, Hernan Crespo dan Paul Ince gagal melesakkan bola pada
tendangan kedua. "Tim Tanggo", julukan Argentina, berhasil lolos
keperempat final setelah Batty gagal menunaikan tugasnya di tendangan terakhir.
Namun, Argentina gagal melaju ke semifinal setelah ditundukkan Belanda 2-1 di
Stadion Velodrome.
Langkah Jerman melaju ke babak final harus kandas. Krosia berhasil
mengahancurkan "Tim Panser" 3-0 di perempat final berkat gol yang diciptakan
Jarni, Vlaovic, dan Suker.
Sementara itu, tuan rumah berhasil lolos ke perempat final dengan
mengalahkan Paraguay 1-0. Laurent Blanc menjadi pahlawan "Tim Ayam
Jantan" dengan mencetak gol pada menit ke-113. Selanjutnya, langkah
Perancis mulus dan berhasil lolos ke semifinal setelah mengalahkan Italia dalam
drama adu penalti dengan skor akhir 4-3.
Pada babak semifinal, Brasil berhadapan dengan Belanda. Kedua tim
tampil dengan kekuatan penuh. Meskipun demikian, hingga turum minum skor
kacamata bertahan. Pada babak kedua, kedua tim langsung saling baku serang.
Brasil unggul terlebih dahulu berkat gol yang dicetak Ronaldo pada menit ke-46.
Dalam waktu yang tersisa, Brasil menjaga keunggulan hingga laga nomal usai.
Namun, penyerang Belanda, Patrick Kluivert menjadi pahlawan bagi timnya setelah
mencetak gol pada menit ke-86. Drama adu penalti pun harus digelar setelah
kedua tim masih imbang di masa perpanjangan waktu. "Tim Samba"
mendapat ke final setelah Philip Cocu dan Frank de Boel gagal mengeksekusi penalti.
Pada partai seminal lainnya, dengan dukungan penuh publik,
Perancis berhasil melaju ke final dengan mengalahkan Kroasia 2-1. Tuan rumah
nayris gagal melaju ke final setelah penyerang Kroasia, Davor Suker, mencetak
gol pada menit ke-46. Beruntung, Perancis mempunyai bek Lilian Thuram. Sepasang
gol Thuram pada menit ke-47 dan 69 meng
Pada partai semifinal lainnya, Perancis dibayangi kecemasan.
Pasalnya, Kroasia tampil mengejutkan meski baru pertama kali merasakan ketatnya
Piala Dunia. Bagaiman tidak, tim besutan Miroslav Blazevic ini berhasil
menghancurkan Jerman 3-0 pada perempat final. Meski begitu, dengan dukungan
penuh suporter yang memadati Stadion de France, Perancis berusaha tampil
semaksimal mungkin. Namun di awal babak kedua, kecemasan kembali timbul setelah
penyerang Kroasia, Davor Suker berhasil mengoyak gawang yang dikawal Fabian
Bartez pada menit ke-46. Meski dalam keadaan tertinggal, "Les Blues"
tidak patah arang. Mereka berusaha mencetak gol balasan dengan cepat. Alhasil,
bek Perancis, Lilian Thuram, membuat 76.000 penonton bersorak-sorai berkat
golnya yang dilesakkannya semenit kemudian. Gol ini menjadi "pil
perangsang" buat tim tuan rumah. Mereka tampil ngotot menerjang jantung
pertahanan Kroasia. Usaha keras itu pun baru membuahkan hasil pada menit ke-69
berkat gol yang kemabali dicetak Thuram. Skor 2-1 untuk kemenangan Perancis
bertahan hingga wasit Jose Garcia (Spanyol) meniup peluit panjang.
Seusai kemenangan di semifinal, pelatih Prancis Aime Jaquet
mengatakan,"Tak ada yang bisa menghentikan kami sekarang!"
Ya, Jaquet benar-benar membuktikan omongannya setelah Perancis
berhasil menudukkan sang juara bertahan Brasil 3-0. Pada 12 Juli, sekitar
80.000 pendukung "Tim Ayam Jantan" termasuk Presiden Prancis Jaques
Chirac, menyaksikan partai final yang digelar di Stadion de France. Dukungan
penuh "pemain ke-12" tersebut, Perancis bermain penuh gairah.
Sejak wasit Said Belqola (Maroko) meniup peluit Perancis langsung
menggedor pertahanan Brasil dan menciptakan beberapa peluang. Meski demikian,
Perancis baru berhasil unggul berkat gol yang dicetak Zidane melalui kepalanya
pada menit ke-27. Gol ini membuat semangat Zidane dkk berlapis. Pada masa
injury time, Zidane membuat stadion seolah runtuh oleh gemuruh penonton yang
bersorak kegirangan. Pada babak kedua, Emmanuel Petit memateraikan kemenangan
Perancis dengan gol yang dicetaknya pada masa injury time.
Kemenangan Perancis yang memang sempurna. Mereka untuk pertama
kalinya menjadi jawara di turnamen ini. Yang paling membanggakan, Perancis
menjadi negara pertama yang tak pernah sepanjang turnamen kalah sejak 1970.
SEJARAH
2002: Korsel Lambungkan Kehormatan Asia
PIALA Dunia 2002 untuk pertama kalinya berlangsung di Asia. Jepang
dan Korea Selatan (Korsel) mendapat kehormatan menggelar pertama kalinya di
Piala Dunia di milenium kedua. Selain itu, Jepang dan Korsel menjadi dua negara
pertama yang menjadi tuan rumah secara bersama.
Sama halnya dengan Piala Dunia 1998, pada turnamen ini masih
melibatkan 32 tim yang terbagi dalam 8 grup. Kedua negara pun sangat serius
untuk menggelar Piala Dunia kali ini. Mereka rela menghabiskan dana cukup besar
untuk membenahi infrastruktur kota dan membangun 20 stadion yang kebanyakan
dimulai dari nol.
Sepuluh stadion yang digunakan di Korea Selatan yaitu, Daegu
Blue-Arc, Seou Sang-Am, Busan Asid Main, Icheon Munchak, Suwon, Gwangju,
Jeonju, Jeju, Daejon. Kemudian di Jepang: Stadion Internasional, Saitama,
Shizuoka, Nagai, Miyagi, Oita, Nigata, Kashima, Kobe Wing, Sapporo Dome.
Pada turnamen ini, sungguh banyak kejutan yang terjadi. Tim besar
seperti Perancis, Portugal, dan Argentina, yang selalu menjadi langganan final,
harus tersingkir pada putaran pertama. Pada pertandingan pembuka, Senegal
mencengangkan dunia dengan menaklukkan juara Piala Dunia 1998, Perancis. Pada
31 Mei, Bouba Diop mencetak gol pada menit ke-30 yang membuat pendukung
Perancis tertunduk lemas di Stadion Soul, Korea Selatan. Tersingkirnya
"Tim Ayam Jantan" tidak terlepas dari absennya Zinedine Zidane yang
mengalami cedera. Tanpa sang maestro, Perancis bermain imbang dengan Uruguay
0-0 dan ditaklukkan Denmark 2-0.
Portugal yang menghuni Grup D bersama Korea Selatan, Amerika
serikat, dan Polandia, gagal unjuk gigi pada Piala Dunia kali ini. Pada laga
perdana, Luis Figo dkk ditekuk Amreika Serikat 2-3 di Stadion Suwon. Meskipun,
mereka mampu bangkit dengan mencukur Polandia 4-0 namun pada laga pamungkas
mereka harus menyerah 0-1 oleh Korea Selatan berkat gol sematawayang Park-Ji
Sung pada menit ke-70.
Grup F memang menjadi grup neraka bagi Argentina. Gabriel
Batistuta dkk menyerah 0-1 oleh Inggris dan gagal mengalahkan Swedia pada
partai terakhir. Alhasil, Swedia dan Inggris melaju ke babak 16 besar.
Piala Dunia ke-17 ini, bisa dikatakan sebagai kebangkitan tim-tim
kuda hitam. Bagaimana tidak, Turki, Senegal, Amerika Serikat, Korsel, Kosta
Rika, dan Jepang, berhasil lolos ke putaran kedua. Grup G yang dianggap grup
paling lemah beranggotakan Turki, Brasil, Kosta Rika, dan Cina, secara dua tim
(Brasil dan Turki) mengejutkan menembus semfinal.
Korea Selatan, tim yang dipandang sebelah mata, berhasil menembus
perempat final. Korea Selatan sukses mengalahkan Italia 2-1. Ahn Jung-Hwan
menjadi pahlawan Korsel setelah mencetak gol di babak tambahan. Jika Ahn
Jung-Hwan dielu-elukan pendukung Korsel, tidak bagi pendukung Italia. Ahn
Jun-Hwan bernasib harus menerima caci-maki dari pendukung Italia. Bahkan, Ahn
Jun-Hwan yang bermain di kompetisi Serie-A dipecat oleh klubnya, Perugia.
Kejutan pun tidak sampai disitu. Babak perempat final berjalan
penuh kejutan. Korsel melangkah mulus. Mereka berhasil menyingkirkan Spanyol
dalam drama adu penalti dengan skor akhir 5-3. Rakyat Korsel pun langsung turun
ke jalan menyambut kemenangan ini. Mereka larut dalam kegembiraan sepanjang
malam.
Brasil sukses menyingkirkan Inggris 2-1 pada babak perempat final.
Inggris memimpin lebih dahulu berkat gol yang dicetak Michael Owen pada menit
ke-23. Sayang, jelang turun minum Rivaldo berhasil membobol gawang Inggris yang
dikawal David Seaman. Pada babak kedua, Seaman kembali gagal menghalau
tendangan bebas Ronaldinho saat laga baru berjalan lima menit. Alhasil, pasukan
besutan Sven Goran Eriksson ini harus angkat koper kembali ke Inggris.
Amerika Serikat gagal menembus final berkat gol tunggal Michael
Ballack pada menit ke-39. Nasib serupa juga dialami Senegal. Ihan menjadi
pahlawan Turki berkat gol yang dicetak di masa injury time.
Korea Selatan bernasib tragis pada babak semifinal. Mereka harus
dieliminasi Jerman. Gol tunggal Michael Ballack membuat ribuan pendukung
fanatik Korsel tertunduk lemas di Stadion Seoul. Turki pun harus bernasib naas.
Mereka takluk 0-1 oleh Brasil. Ronaldo menjadi pahlawan kemenangan "Tim Samba".
Alhasil, Brasil bertemu Jerman pada partai final.
Namun sebelum dunia menyaksikan partai seru antara Brasil dan
Jerman, para pencinta sepak bola disuguhkan partai sengit antara Korsel versus
Turki untuk memperebutkan medali perunggu. Pada partai ini, Korsel tersontak
dengan gol cepat Hakan Sukur. Penyerang AC Parma ini, memecahkan rekor karena
mencetak gol pada detik kesebelas. Namun, Lee Eul-Yong berhasil mencetak gol
balasan pada menit ke-9. Korsel dipastikan gagal meraih perunggu setelah
sepasang gol IIhan, meski Song Chong-Gug berhasil mencetak gol pada masa injury
time. Sukses Korsel menembus semifinal tak terlepas dari tangan dingin Guus
Hiddink. Setalag Piala Dunia ini Hiddink mendapat juluka Raja Midas. Seperti
Raja Midas yang menyentuh apapun menjadi emas, Hiddink berhasil mengubah Korsel
menjadi tim yang ditakuti dari Asia.
Pada partai final kali ini, dianggap final yang paling pas.
Mempertemukan dua negara paling sukses di Piala Dunia. Brasil tidak mengulangi
kegagalan Piala Dunia 1998. Saat itu, "Tim Samba" menyerah 0-3 oleh
"Tim Ayam Jantan". Ronaldo menunjukkan tajinya sebagai pemain
bintang. Ronaldo tampil impresif dengan mencetak sepasang gol, sekaligus
membawa negaranya menekuk Jerman 2-0. Hasil ini membuat Brasil menjadi juara
untuk kelima kalinya. Selain itu, "Tim Samba" tercatat sebagai negara
yang selalu bisa bisa meraih gelar di benua mana pun Piala Dunia digelar.
SEJARAH
2006: Kemenangan Italia dan Tandukan Zidane
Piala Dunia 2006, menjadi kali pertama bagi Jerman bersatu sebagai
tuan rumah. Jerman yang saat itu masih bernama Jerman Barat pernah menjadi tuan
rumah dan sekaligus menjuarainya pada Piala Dunia 1974. Besar harapan publik,
Jerman bisa mengulang sukses Piala Dunia 1974. Sayang, harapan tinggal harapan.
Tim besutan Jurgen Klinsmann harus puas meraih perunggu setelah mengalahkan
Portugal 3-1.
Perhelatan Piala Dunia kali ini, hanya mengalami sedikit perubahan
dari Piala Dunia 2002. Juara bertahan, tidak lagi lolos secara otomatis. Selain
itu, babak tambahan waktu 2x15 menit tidak menggunakan sistem golden goal.
Empat negara menjalani debut mereka di putaran final, yakini,
Republik Ceko, Trinidad-Tobago, Angola, dan Togo. Sayang keempat tim tersebut
tersingkir di fase grup. Begitu juga dengan Korea Selatan semifinalis Piala
Dunia 2002, juga ikut tersingkir di fase grup.
Bukan sepakbola namanya jika tidak penuh kejutan. Ekuador, Swiss,
Australia, dan Ghana secara mengejutkan tembus ke babak 16 besar. Sayang, langkah
mereka harus terhenti sampai di situ. Ekuador harus disingkirkan Inggris.
Tendangan bebas David Beckham membawa "Three Lions" ke perempat
final.
Australia memiliki kesempatan emas untuk mengalahkan Italia
Pasalnya, Italia bermain sepuluh orang setelah Marco Materazzi mendapat kartu
merah. Namun, pada masa injury time Italia mendapat hadiah penalti setelah
Fabio Grosso dijatuhkan di kotak penalti. Francesco Totti sukses
mengeksekusinya.
Duel antara Swiss versus Ukraina adalah satu-satunya laga yang
membutuhkan drama adu penalti. Ukraina berhasil melaju ke perempat final
setelah tidak satu pun pemain Swiss yang berhasil mengeksekusi penalti.
Pertandingan antara Portugal dan Belanda menjadi duel yang paling
sengit. Bagaimana tidak, wasit Valentin Ivanov mengeluarkan 16 kartu kuning dan
4 kartu merah. Maniche menjadi pahlawan Portugal berkat gol yang dicetaknya
pada menit ke-23.
Brasil bertemu satu-satunya perwakilan Afrika yang bertahan,
Ghana. Saat itu, Ghana tampil impresif. Meskipun demikian, Ghana harus mengakui
kekuatan sang juara bertahan setelah dikalahkan 0-3.
Jerman, Italia, Portugal, dan Perancis melaju ke semifinal. Jerman
berhasil mengalahkan Argentina lewat drama adu penalti. Sama halnya dengan
Portugal yang menyingkirkan Inggris.
Perancis berhasil menekuk Brasil 1-0. Tentunya duel ini
mengingatkan kita pada partai final Piala Dunia 1998. Saat itu, "Tim Ayam
Jantan" juga sukses mengandaskan "Tim Samba" 3-0. Kemudian,
Italia mampu membungkam Ukraina 3-0. Luca Toni tampil impresif dengan mencetak
sepasang gol.
Untuk pertama kalinya sejak Piala Dunia 1982, babak semifinal
diisi tim-tim Eropa. Pada pertandingan pertama, Jerman berhadapan dengan
Italia. Dukungan penuh publik tidak membuat Jerman terhindar dari kekalahan.
Italia berhasil menggusur "Tim Panser" dengan skor akhir 2-0.
Kekalahan Jerman langsung disambut tangis oleh para pendukung setianya. Bahkan,
Michael Ballack pun terlihat jelas menitikan air mata seusai laga. Di partai
kedua, Zindine Zidane menjadi pahlawan Perancis dengan gol tunggalnya ke gawang
Portugal.
Pada partai final, baik Italia maupun Perancis tampil penuh
gairah. Namun, Perancis memimpin lebih dulu berkat gol Zinedine Zidane dari
titik putih. Italia berhasil mencetak gol balasan pada menit ke-19. Marco
Materazzi berhasil memaksimalkan umpan Andrea Pirlo. Hasil imbang ini memaksa
digelar drama adu penalti. Para algojo tim Italia sukses menjalankan tugasnya.
Namun, tidak untuk David Trezeguet. Peraih sepatu emas Piala Eropa 2000 ini
gagal menaklukkan Gianluigi Buffon. Alhasil, Italia berhasil mengngkat trofi
Piala Dunia untuk empat kalinya.
Selain kemenangan Italia yang cukp menggemparkan setelah mereka
puasa selama 24 tahun lamanya, aksi Zidane juga lebih menggemparkan. Bagaimana
tidak, tiba-tiba Zidane menanduk dada Materzzi hingga ia jatuh. Zidane pun
langsung mendapat hukuman kartu merah. Setelah diusut aksi tandukan Zidane
tersebut karena dirinya tersinggung ucapan Materazzi. Saat itu, Materazzi
mengejeknya anak haram.
SEJARAH
·
2010: Spanyol Mengukir sejarah, Del Bosque Jawab Keraguan
Setelah menjuarai Piala Eropa 2008 bersama Luis Aragonez, banyak
yang meragukan Spanyol bakal sukses di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan bersama
Vicente Del Bosque. Spanyol memang tak pernah betul-betul tampil impresif,
kecuali dalam hal penguasaan bola.
Spanyol mengakhiri fase grup putaran final sebagai juara Grup H
dengan nilai enam dari tiga pertandingan. Namun, sejumlah kalangan menilai
mereka tidak meyakinkan. Setelah kalah 0-1 dari Swiss, Spanyol menang 2-0 atas
Honduras dan 2-1 atas Cile.
Setelahnya, mereka menang 1-0 atas Portugal pada babak 16 besar,
Spanyol, menang 1-0 atas Paraguay pada perempat final.
Kritik tak membuat Spanyol kehilangan fokus, apalagi berpikir
berubah. Spanyol akhirnya mampu menjawab keraguan setelah menyingkirkan tim
paling produktif di turnamen itu, Jerman, pada babak semifinal dengan skor 1-0.
Pada babak final, Spanyol bekerja keras sebelum akhirnya menang
1-0 atas Belanda, pada babak tambahan.
Dengan begitu, Spanyol menjadi tim pertama yang menjuarai Piala
Dunia pertama di benua Afrika. Bagi Del Bosque, selain menegaskan dominasi
Spanyol di pentas dunia, ia juga menjawab keraguan banyak orang yang menilainya
tak akan mampu menyamai sukses Aragones.
Sementara Spanyol berpesta, Perancis mengalami bencana. Mereka
tersingkir di fase grup sebagai juru kunci Grup A dengan nilai 1, hasil imbang
0-0 dengan Uruguay. Pada dua laga lain, mereka kalah 0-2 dari Meksiko dan 1-2
dari Afrika Selatan. Kegagalan Perancis diwarnai konflik antara pelatih Raymond
Domenech dan penyerang Nicolas Anelka.
Piala Dunia 2010 juga diwarnai kontroversi. Salah satunya adalah
gol Frank Lampard ke gawang Jerman yang tidak disahkan wasit Jorge Luis
Larrionda Pietrafesa. Menurut Pietrafesa, bola hasil tembakan Lampard belum
melewati garis gawang, tetapi tayangan ulang menunjukkan bola melewati garis
gawang sebelum memantul keluar gawang.
Jerman mememangi laga itu dengan skor 4-1. Namun, sejumlah
kalangan yakin, hasil pertandingan akan berbeda, seandainya gol Lampard
disahkan.
Kontroversi itu berujung gagasan tentang perlunya teknologi garis
gawang dalam sepak bola, yang telah disetujui FIFA dan akan diterapkan di Piala
Dunia 2014 Brasil.
Kontroversi juga terjadi di luar pertandingan. Pada pekan pertama
turnamen itu, pekerja stadion melakukan aksi mogok kerja karena merasa tidak
digaji secara pantas.
Isu soal kesenjangan ekonomi juga muncul setelah tak banyak warga
Afrika berkulit hitam datang langsung ke stadion untuk menyaksikan pertandingan
karena keberatan dengan harga tiket.
Piala Dunia 2010 juga diwarnai peristiwa ditangkapnya selebriti
Parish Hilton karena mengisap ganja ketika menyaksikan laga perempat final
antara Brasil dan Belanda, di Nelson Mandela Bay, 2 Juli 2010.